Banyak film diangkat dari novel, namun hanya sedikit yang mampu
memberikan sensasi petualangan yang sama dengan karya aslinya. Life of
Pi lebih dari itu, bagi saya film ini lebih indah dari novelnya.
Kisahnya tetap sama meski ada beberapa adegan yang dibuang dalam film
ini. Pi yang besar di India, negeri dengan beragam agama dan
kepercayaan, menjalani sebuah petualangan yang akan membuat siapapun
percaya dengan kebesaran Tuhan. Film dimulai dengan sangat lucu,
beberapa kali adegan-adegan perkenalan tokoh “Pi” membuat penontonnya
terpingkal-pingkal. Begitu pun proses pendewasaan Pi yang terjadi lewat
rasa penasarannya terhadap sosok Yang Maha Kuasa yang membuatnya
‘beriman’ kepada 3 agama sekaligus: Hindu, Kristen, Islam; “dan sedikit
Yahudi,” Pi menambahkan.
Sampai suatu ketika Pi mendapat pelajaran berharga dari ayahnya yang
memiliki dua hal langka: kebun binatang dan pemikiran modern. Pelajaran
tersebut sangat membekas dalam diri Pi, sehingga sempat membuatnya
kehilangan gairah untuk mencari Tuhan lebih jauh lagi.
Suatu hari, ayahnya memutuskan membawa keluarganya pindah ke Kanada
karena krisis yang melanda India. Mereka membawa seluruh hewan penghuni
kebun binatang untuk dijual di Amerika Utara. Dan petualangan pun
dimulai ketika kapal yang mereka tumpangi karam dan membuat Pi
terombang-ambing di samudra luas ‘ditemani’ harimau dewasa.
Selama satu setengah jam berikutnya, kita akan disuguhi kisah Pi yang
belajar tentang kehidupan: cara bertahan hidup, bersabar dan tidak
hilang harapan, serta berani menyelesaikan masalah. Tapi manusia adalah
mahluk yang rapuh. Pi yang bahkan pada akhirnya sanggup membuat Richard
Parker (si harimau) menghormatinya, pada akhirnya sampai pada titik
dimana dirinya merasa sudah tidak sanggup dan pasrah nyawa dicabut di
tengah laut. But God works in a mysterious way. Selalu ada kejadian-kejadian yang membuat Pi terus hidup sekaligus memahami pesan yang Tuhan coba sampaikan kepadanya.
Life of Pi mungkin film dengan naskah yang sederhana. Tapi kualitas
sinematografi yang brilian akan membuat siapa pun terpana dari menit
pertama film ini dimulai (apalagi jika menonton versi 3D-nya).
Visualisasi paman Pi yang berenang di sebuah kolam di Perancis,
pemandangan kebun binatang, lampu-lampu yang berpendar ketika kapal Pi
karam, keagungan matahari terbit, tarian paus yang berenang di lautan
plankton bercahaya, hingga suasana mistis di pulau karnivora. Semua
lokasi disajikan dengan sangat indah.
Setiap adegannya pun sanggup mengeluarkan setiap emosi yang dibutuhkan,
terutama kengerian. Selama ini saya anggap adegan sirip hiu berenang ke
arah anda di film Jaws sudah seram, tapi melihat harimau dewasa yang
kelaparan berenang ke arah anda ternyata jauh lebih mengerikan. Akting
Suraj Sharma patut diacungi jempol. Di usia yang masih muda dia bisa
menujukkan kualitas akting yang sama dengan yang ditampilkan Tom Hanks
dalam film Cast Away.
Saya tidak tahu apakah perilaku hewan dalam film ini adalah hasil
kecanggihan komputer atau bukan, yang jelas perilaku mereka sangat
natural; dalam arti binatang-binatang buas ini benar-benar tampak
gelisah ketika sadar sedang berada entah dimana dan bisa mati kapan
saja. Siapa pun orangnya di balik akting hewan-hewan ini, kerja kerasnya
memberikan hasil yang sempurna.
Pada akhirnya film sepanjang dua jam ini akan terasa sebentar dan
tahu-tahu sampai pada saat Pi menuturkan bahwa kisahnya terlalu luar
biasa sehingga orang-orang enggan mempercayainya. Akhirnya Pi
menceritakan kisah lain yang lebih masuk akal: tidak ada hewan buas
dalam sekoci, melainkan empat orang yang selamat namun pada akhirnya
saling bunuh demi bertahan hidup, hingga tersisa Pi seorang.
“Keduanya sama: saya menderita di tengah lautan dan akhirnya saya tetap
hidup sampai sekarang. Anda tidak tahu mana kisah yang benar, tapi….
kisah mana yang anda pilih?” tanya Pi.
“Kisah dengan harimau dan lainnya, karena sangat luar biasa.”
“Begitu pun dengan Tuhan”
Ya, hidup ini memang terlalu luar biasa untuk disebut berjalan tanpa ada campur tangan Tuhan di dalamnya.
Komentar